Di Antara Bintang yang Hilang


Di malam yang sunyi, angin berbisik lembut, seolah mengingatkan pada suara lembut yang pernah akrab di telinga. Aku duduk sendiri di teras rumah, menatap langit yang penuh dengan bintang. Namun, tak satu pun bintang itu bisa menggantikan cahayamu yang dulu selalu hadir di setiap malamku.

Hari-hari berlalu tanpa jejak, dan aku hanya bisa menunggu. Menunggu seperti daun yang menunggu hujan, seperti bunga yang menunggu matahari terbit. Ada waktu-waktu ketika aku mencoba meyakinkan diriku bahwa ini hanya soal waktu, bahwa kau akan kembali. Tapi semakin lama, aku semakin terjebak dalam hening yang tak berujung. Tak ada kabar, tak ada jejak, hanya kenangan yang semakin pudar, seiring berjalannya waktu.

Pernahkah kau merasa, sayang, betapa aku merindukan senyummu? Betapa aku merindukan pelukan hangat yang dulu selalu membuatku merasa aman? Aku ingat, suatu waktu, kau berkata, “Aku akan selalu ada, di setiap detik yang kau lalui.” Tapi kini, aku hanya bisa mengingatnya dalam diam, berharap mungkin itu bukan janji yang sia-sia.

Di sepanjang jalan yang sering kita lewati, aku masih bisa merasakan kehadiranmu. Setiap bunga yang bermekaran, setiap angin yang berhembus, rasanya seolah kau ada di sana, di setiap sudut dunia yang kita bagi bersama. Tetapi, meskipun aku mencoba meraba dalam kegelapan, tak ada bayanganmu yang bisa kutemukan. Hanya aku dan kerinduan yang mengendap dalam hati ini.

Kadang aku berpikir, mungkin kau sudah menemukan jalan baru, mungkin kau sudah melangkah jauh dari sini. Tetapi, jika benar begitu, mengapa masih ada ruang di hatiku yang menantimu? Mengapa aku masih merasa, meskipun tak ada kabar darimu, bahwa ada bagian dari dirimu yang tetap tinggal di sini, di dalam diriku?

Aku sering berusaha menenangkan diriku dengan mengatakan bahwa kita hanya berjarak ruang dan waktu. Tapi bagaimana bisa aku meyakinkan hati yang terus merindukanmu ini? Rindu yang tak pernah pudar, meski kau tak pernah lagi mengirimkan pesan atau sekadar menelepon.

Sekarang, aku hanya bisa menatap langit malam, berharap suatu saat nanti, di antara bintang yang bersinar, kau akan kembali. Bukan dengan kata-kata, bukan dengan janji, tetapi dengan senyummu yang pernah menjadi cahaya dalam hidupku. Aku tahu, entah kapan, aku akan menemui jalan di mana kita akan bertemu lagi. Sampai saat itu, aku akan terus menunggu, di bawah langit yang sama, di antara bintang yang hilang.

Dan bersama rindu yang masih terus bertahta, aku hanya mampu mengurainya dalam puisi singkat ini, semoga suatu saat nanti kau membacanya, agar kau tahu, rinduku tak pernah usai, meski jarak dan waktu membawamu hilang entah kemana.

Dalam senyap malam, aku menanti,
bayangmu yang hilang di antara angin,
tiada kabar, hanya sunyi yang berbicara.

Aku seperti bunga yang menunggu hujan,
dan rinduku adalah embun yang tak kunjung turun,
menghanyutkan hari-hari yang kelabu.

Sementara waktu berlalu dengan langkah beku,
setiap detik yang kita bagi kini hanya bayangan,
jejak-jejakmu memudar dalam dingin malam,
namun di hatiku, namamu tetap terukir jelas.
Aku berdoa pada bintang yang samar,
agar kau kembali, walau hanya dalam mimpi.

Namun, jika kau tak pernah kembali,
biarlah rinduku tetap menjadi rahasia langit,
yang tak terucap, namun tetap ada.

Aku akan menunggu, meski waktu mencuri segala,
karena pada akhirnya, kerinduan ini
adalah satu-satunya yang tetap abadi,
seperti senja yang tak pernah terlupakan.


No comments:

Post a Comment