Udang merupakan salah satu
makanan favorit yang banyak disukai oleh masyarakat, termasuk saya. Kelezatan
udang kerap membuat saya khilaf saat menyantapnya, saya bisa menghabiskan
banyak porsi bila sudah berhadapan dengannya. Entah diolah dengan digoreng,
direbus, dipanggang, dikukus ataupun dijadikan salad dan bahan dasar makanan
lain, buat saya udang tetap menjadi makanan yang paling nikmat.
Bukan hanya rasanya yang lezat,
namun udang juga memiliki kandungan nutrisi yang bagus bagi tubuh kita, karena
udang dinilai kaya akan protein, kalsium, yodium, dan asam lemak omega 3
sehingga sangat baik dalam mendukung kesehatan kita.
Melihat begitu banyak manfaat
yang didapatkan dari udang ini, maka saya tidak heran begitu banyak masyarakat
yang ingin membudikadayakan udang, selain untuk dinikmati sendiri, tentu saja
bisa juga untuk dijual untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi.
Dan baru-baru ini saya ikut
bangga dan bahagia saat melihat berita kesuksesan yang diraih oleh sekelompok
masyarakat yang melakukan budidaya udang, dimana hasil dari usaha budidaya udang
ini ternyata sangat melimpah, bahkan tak tanggung-tanggung Bapak Presiden
Jokowi turut hadir juga saat Panen
Raya Udang Vaname yang berlokasi di IPHPS Muara Gembong Bekasi Jawa Barat
tersebut.
Dimana budidaya udang yang
dilakukan oleh sekelompok masyarakat ini merupakan bagian dari program Perhutanan
Sosial. Namun sebelum saya bahas lebih lanjut tentang panen udang yang dihadiri
oleh Bapak Presiden tersebut, Apakah teman-teman sudah tahu apa itu Perhutanan
Sosial?
Belum tahu? Saya juga masih
sangat awam terkait perhutanan sosial ini, bahkan baru-baru ini saya mendengar
tentang istilah perhutanan sosial ini, padahal program Perhutanan Sosial ini sudah
dimulai dilaksanakan sejak tahun 2007, namun pemerintah mulai melakukan
percepatan dalam mengembangkan Perhutanan Sosial ini pada tahun 2015 silam
hingga saat ini.
Apa itu Perhutanan Sosial?
Perhutanan Sosial merupakan program
pemberian akses legal untuk memanfaatkan hutan yang dihadirkan oleh pemerintah
untuk masyarakat yang bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan, mengatasi kesenjangan,
meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan.
Maka dengan hadirnya program Perhutanan
Sosial ini tentu akan menjadikan masyarakat sebagai Sumber Daya Manusia (SDM)
yang profesional, karena masyarakat akan memiliki kemampuan untuk dapat
produktif, dan bisa membangun negara melalui usaha yang mereka tekuni melalui
program ini.
Jadi melalui program ini
pemerintah memberikan hak secara legal kepada masyarakat untuk mengelola hutan
yang ada untuk kemakmuran tanpa merusak hutan tersebut, sekaligus untuk menepis
ketakutan masyarakat yang selama ini menghadapi banyak kesulitan ketika hendak
memanfaatkan area hutan di sekitar tempat tinggal mereka.
Dan pelaku yang terlibat dalam
pengelolaan Perhutanan Sosial ini merupakan asli warga Negara Republik
Indonesia yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan negara,
yang keabsahannya dibuktikan lewat Kartu Tanda Penduduk, dan memiliki komunitas
sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, dan
juga aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan tersebut.
Untuk itu, dengan hadirnya
program Perhutanan Sosial ini maka akan tercipta pemerataan ekonomi dan
mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha
dan sumber daya manusia yang akan semakin produktif.
Pencapaian Perhutanan Sosial Hingga 2019
Dan sejak tahun 2015 hingga tahun
2019 ini, pemerintah sudah mengalokasikan kawasan hutan melalui program Perhutanan
Sosial seluas 12,7 juta hektar, dengan harapan program ini dapat mewujudkan
keadilan sosial bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, serta
menimbulkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian sumber daya hutan.
Bahkan sampai saat ini, Program
Perhutanan Sosial ini telah memberikan akses kelola hutan kepada masyarakat
melalui 5.393 Unit SK untuk mengelola lahan seluas 2,5 juta hektar dengan
melibatkan tidak kurang dari 592.438 kepala keluarga (KK) atau telah memberi manfaat kepada 2,4 juta
jiwa masyarakat di dalam dan sekitar hutan.
Dimana Izin Pemanfaatan Hutan
Perhutanan Sosial (IPHPS) merupakan salah satu skema program Perhutanan Sosial
yang diimplementasikan khusus di Pulau Jawa (Permen LHK. No. 39 Th. 2016),
sampai saat ini akses kelola Hutan Sosial di pulau jawa telah mencapai sejumlah
221 Unit SK seluas 81.431,18 hektar, dengan total keterlibatan masyarakat
sebanyak 46.411 Kepala Keluarga.
Ini menunjukan bahwa angka yang
cukup bagus. bahkan saya masih ingat saat Direktur Jenderal Perhutanan Sosial
dan Kemitraan Lingkungan Bapak Bambang Supriyanto pada sesi talkshow acara Tokoh Perhutanan Sosial 2018 yang saya
hadiri beberapa waktu yang lalu mengatakan bahwa “Selama periode 2007-2014 (7
tahun), hutan yang terjangkau akses kelola masyarakat hanya seluas 0,46 juta
hektar. namun mulai tahun 2015-2018 (4 tahun), maka pemerintah melakukan
percepatan dalam mengembangkan perhutanan sosial dan telah tercatat seluas
2,048 juta hektar kawasan hutan yang sudah legal sehingga membuka akses untuk
dikelola oleh masyarakat.”
Selain itu, capaian tahunan
terkait kinerja pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dari tahun
2016 hingga 2018 ini mengalami kenaikan 131,25%. Dimana target Kelompok Usaha
Perhutanan Sosial pada walnya hanya 4000 KUPS saja, namun ternyata di akhir
tahun 2018 ini bisa mencapai 5,245 KUPS.
Sungguh sebuah program pemerintah
yang patut diapresiasi, karena kehadiran program Perhutanan Sosial ini benar-benar
mampu memberikan bukti nyata yang bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh
masyarakat, terutama mereka yang tinggal dikawasan dan sekitar hutan
Panen Raya Udang Vaname di Muara Gembong
Dimana salah satu bukti
keberhasilan program Perhutanan Sosial yang dirasakan langsung oleh masyarakat
baru-baru ini, yaitu dicapai oleh Kelompok Tani Mina Bakti yang belum lama ini
berhasil menggelar Panen Raya Udang Vaname di Muara Gembong, Bekasi - Jawa
Barat.
Pada kesempatan panen raya udang
vaname yang kedua kalinya ini, tampak dihadiri juga oleh Bapak Presiden Jokowi
yang didampingi oleh Ibu Susi Pudjiastuti - Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu
Siti Nurbaya - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ibu Rini Soemarno -
Menteri BUMN dan Menteri Sekretaris Negara Bapak Pratikno dan juga Gubernur
Jawa Barat Bapak Ridwan Kamil.
Keberhasilan Kelompok Tani Mina
Bakti dalam membudidayakan udang vaname ini tidak lepas dari dukungan
pemerintah yang telah memberikan mereka hak akses memanfaatkan kawasan hutan
melalui perhutanan sosial dengan SK IPHPS Nomor
3767/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/7/2017 yang diserahkan oleh Presiden Pada Tanggal
30 November 2017 di Desa Pantai Bakti, Muara Gembong pada waktu itu.
Melalui Surat Keputusan tersebut,
masyarakat diberikan hak untuk mengelola lahan dengan luas 80,9 hektar,
sehingga terbentuk 38 kepala keluarga yang akhirnya mengelola lahan tersebut melalui
sistem silvofishery (wana tani) yang mengusung sistem pertambakan teknologi
tradisional dengan menggabungkan antara usaha perikanan dengan penanaman
mangrove.
Dimana prinsip kerja dari sistem silvofishery
adalah memberi dua manfaat sekaligus, yaitu kita diajak untuk melakukan perlindungan
tanaman mangrove dan juga kita bisa mendapatkan hasil dari sektor perikanan. Jadi,
sistem ini mampu menambah pendapatan masyarakat dengan tetap memperhatikan
kelestarian hutan mangrove.
Oh iya, usaha hutan sosial selain
dapat dilakukan melalui pola silvofishery (wana mina) seperti di sini, ternyata
bisa juga diterapkan dengan pola lain seperti agroforestry (wana tani) hingga silvopasture
(wana ternak). Dan hutan sosial yang menerapkan pola silvofishery dan sudah
berhasil diterapkan selain di Muara Gembong, ternyata ada juga di Kubu Raya,
dan Langkat, serta sedang dikembangkan juga di Indramayu dan Tarakan.
Dan untuk lokasi IPHPS di Muara
Gembong ini dikembangkan sistem silvofishery dengan model tambak dan konservasi
mangrove dengan pola komplangan, yakni dengan perbandingan luas tambak 60%
untuk tambak budidaya perikanan dan 40% untuk konservasi mangrove.
Jadi, setiap kepada keluarga di
sini akan mengelola lahan tambak kurang lebih 2 hektar. Dimana untuk
optimalisasi pemanfaatan lahan tambak dilakukan dengan cara membuat 2 kolam
untuk budidaya udang masing-masing seluas 4.000 m2, lalu ada 1 kolam untuk mangrove
seluas 6.000 m2, sedangkan sisa lahan digunakan untuk jalan, tanggul, dan infrastruktur
pendukung tambak seperti saung dan rumah genset.
Nah, sejak mendapatkan SK
tersebut, ternyata Kelompok Tani Mina Bakti ini sudah berhasil melakukan panen
percobaan udang vaname pada tanggal 22 Juli 2018 dengan mendapatkan
menghasilkan 4,35 ton per hektar dengan harga @Rp 73.000/Kg, sehingga jika
dikalkulasikan petani bisa meraih pendapatan per hektar kurang lebih sekitar Rp
317.550.000. Sungguh angka yang fantastis bukan?
Dan setelah melewati proses 90
hari sejak penebaran benih untuk siklus yang ke-2 pada tanggal 1 November 2018
yang lalu, maka Kelompok Tani Mina Bakti ini kembali melakukan panen raya udang
vaname pada 31 Januari 2019 dengan hasil yang juga tak kalah banyak dari yang
sebelumnya, yaitu sebanyak 5 ton per hektarnya.
Dimana melimpahnya panen udang vaname
di Muara Gembong ini tentu saja akan memberikan keuntungan bagi para petambak,
karena hal ini sekaligus membuka peluang bagi para petambak untuk bisa
mengekspor udang-udang ini hingga ke luar negeri sehingga pendapatannya bisa
jauh lebih besar lagi nantinya.
Dan bisa kita lihat, panen raya
udang vaname ini telah membuktikan keberhasilannya, yaitu mendatangkan
kesejahteraan bagi masyarakat secara ekonomi dan sosial, sekaligus melestarikan
hutan dan lingkungan di sekitarnya.
Dengan keberhasilan Kelompok Tani
Mina Bakti ini sekaligus telah membuktikan secara nyata bahwa bagaimana program
Perhutanan Sosial yang diusung oleh pemerintah saat ini bisa bermanfaat
maksimal bagi masyarakat secara langsung jika dikelola dengan baik dan
profesional.
Semoga saja hal ini bisa ditiru
oleh wilayah lain di Indonesia sehingga semakin banyak lagi masyarakat yang
juga bisa mendulang sukses seperti ini dalam mengelola hutan sosial yang ada,
agar kemakmuran hidup bisa dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan
masyarakat, sehingga amanat undang-undang tentang kemakmuran bagi seluruh
rakyat Indonesia benar-benar bisa secepatnya terwujud. Aamiin…
No comments:
Post a Comment