Aku
pernah merasakan sakitnya dikhianati,
diacuhkan
oleh cinta yang kupuja,
dilupakan
oleh orang yang tak bisa kulupakan.
Dibuang
oleh kekasih yang begitu kusayang.
Aku
pernah merasakan hancurnya hatiku berkeping-keping,
merasakan
hidup tak lagi memberiku tempat,
dunia
gelap segelap-gelapnya,
aku
hilang arah,
aku
remuk,
dadaku
sesak,
dan
aku menyerah,
tepatnya
aku enggan untuk menghirup udara lagi.
Tapi
Tuhan masih sayang aku.
Warasku
berbicara,
dan
seteguk air mata yang kembali jatuh sore itu menyadarkanku,
bahwa
aku tak pantas memperjuangkan orang yang tak ingin diperjuangkan,
mempertahankan
orang yang tak lagi ingin disampingku.
Kini
aku sadar,
tak
sepantasnya aku menggadaikan kebahagiaanku padamu,
pada
hatimu yang tak pernah menginginkan hatiku.
Awalnya
berat aku menekuni rasa sakitku,
tapi
aku tak ingin dirundung kecewa yang tak berkesudahan,
aku
mencoba bangkit dari luka yang ada,
melaju
bersama secuil harap untuk kembali menata hidup,
bahwa
aku layak bahagia meski tanpamu.
Kini
aku sudah bisa melangkah meski tertatih,
aku
sudah bisa tersenyum meski belum mampu tertawa,
aku
bukanlah lagi aku yang rapuh,
aku
tegar, aku kuat,
Bukan
untukmu tapi untuk diriku sendiri.
Belajarlah
mencintai dengan tulus,
belajarlah
menerima dengan lapang,
Kau
tak bisa menuntut yang terbaik,
sebab
kau juga bukan yang terhebat.
Hanya
satu yang kupinta,
janganlah
lagi menatahkan hati orang yang mencintaimu,
cukup
sudah aku yang terluka,
biarlah
hanya aku yang kau sakiti,
jangan
ada hati lain yang kau korbankan.
Sudah
cukup, Cukup aku saja!
~ R.A ~
***
Kutemukan selembar ketas berisi coretan itu terselip di sebuah buku
bersampul coklat muda, bertulis tangan dengan sangat rapi, terletak di antara buku-buku tua di rak buku paling
ujung, dekat jendela yang menghadap taman bunga teratai dan air mancur.
Siapakah yang memiliki kertas itu? dan kenapa
surat itu bisa nyasar di salah satu buku di perpustakaan ini? entahlah, mungkin
ketinggalan atau memang sengaja ditingggalkan, tapi sepertinya sengaja ditinggalkan, supaya suatu saat surat itu sampai pada seseorang, atau memang ini cara dia melepaskan rasa cintanya?
Entahlah...
Kumelipat kembali kertas itu, dan memasukannya kembali di antara halaman 107 - 108 seperti semula. Kemudian aku bergegas meninggalkan ruangan yang mulai sunyi, sebab senja sebentar lagi akan bertandang, dan aku ada janji bertemu seseorang di sebuah cafe tak jauh dari perpustakaan ini.
Tapi tunggu,
Coretan berinisial R.A itu mengingatkanku pada seseorang, apakah itu dia? gumamku ragu, dan wajah seseorang tiba-tiba menjelma begitu nyata.
No comments:
Post a Comment