Sunday, October 2, 2022

Upaya Mengatasi Kemiskinan Bagi Disabilitas dan Kusta



Terkadang hidup ini tidak selalu berjalan sesuai keinginan kita, ada saja hal-hal yang terjadi di luar keinginan dan kendali kita sendiri, termasuk hadirnya penyakit yang membuat kita menjadi sulit beraktivitas bebas dan juga dikucilkan dari pergaulan masyarakat, salah satunya karena kusta.

Ya, kusta merupakan salah satu penyakit yang sangat ditakuti oleh banyak orang, karena kusta dinilai sebagai salah satu penyakit yang bisa menular. Maka dari itu, tidak sedikit masyarakat yang akhirnya menjauhi pasien kusta karena hal tersebut.

Dan di Indonesia sendiri, ternyata jumlah kasus kusta ini cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir ini, yakni berada di sekitar angka 16 ribu sampai 18 ribu orang. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia setelah India dan juga Brazil.

Bahkan menurut data dari Kementerian Kesehatan per 24 Januari 2022 mencatat jumlah kasus kusta sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru 7146 kasus. Sedangkan di tahun 2021 yang lalu tercatat ada sebanyak 6 propinsi dan 101 kabupaten kota yang belum mencapai eliminasi kusta.

Hal ini mengindikasikan adanya keterlambatan penemuan dan penangan kusta serta ketidaktahuan masyarakat tentang tanda kusta serta stigma terhadap penyakit tersebut, sehingga membuat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri dengan gejala kusta menjadi rendah. Hal ini berakibat penularan kusta terus terjadi dan kasus disabilitas kusta menjadi tinggi di Indonesia.


Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?

Nah, untuk menyikapi hal ini, maka pada Rabu, 28 September 2022, Ruang Publik KBR didukung oleh NLR Indonesia menggelar talkshow dengan tema “Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?” yang disiarkan secara luas melalui radio KBR dan juga channel youtubenya.

Talkshow: Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?

Dan tampak hadir dalam acara ini sebagai narasumber yaitu ada Bapak Sunarman Sukamto, Amd selaku Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP) dan Ibu Dwi Rahayuningsih selaku Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas yang dipandu oleh Mba Debora Tanya sebagai host.

Melalui acara talkshow ini, kita sejatinya diajak untuk lebih peduli lagi pada penyandang disabilitas dan kusta, karena bagaimana pun mereka adalah bagian dari bangsa Indonesia yang juga punya hak yang sama untuk dilindungi dan bantu oleh pemerintah.

Dalam kesempatan ini, Bapak Sunarman Sukamto atau yang akrab dipanggil Pak Pak Maman mengungkapkan bahwa terkait hal ini, sejatinya Kedeputian V Kantor Staff Presiden punya peran penting untuk ikut bertanggungjawab terkait HAM dan disabilitas, termasuk terkait kusta ini.

Kdeputian V punya tanggungjawab pada HAM dan disabilitas

Hal ini sejalan dengan tugas dari Kantor Staf Presiden untuk memberi dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam mengendalikan pelaksanaan 3 kegiatan strategis yaitu pelaksanaan Program – Program Prioritas Nasional, aktivitas terkait komunikasi politik kepresidenan, dan pengelolaan isu strategis.

Maka dari itu, menyikapi tentang disabilitas dan kusta ini, pemerintah berupaya bekerjasama atau kolaborasi dengan berbagai pihak agar bisa fokus dalam menangani permasalahan disabilitas dan termasuk tentang kusta ini agar bisa cepat teratasi.

Dan Ibu Dwi Rahayuningsih juga menuturkan bahwa masalah disabilitas termasuk kusta ini sudah diatur juga dalam UU 8 Tahun 2016. Dimana UU ini menyebutkan bahwa “Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.”

Melalui UU ini, maka pemerintah pun melakukan pengkategorian kusta masuk dalam penyandang disabilitas fisik. Dimana disabilitas fisik ini disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan kelainan bawaan. Dan yang termasuk dalam hal ini yaitu adanya gangguan fungsi gerak antara lain lumpuh layu, kaku, paraplegi, cerebral palsy (CP), akibat amputasi, stroke kusta dan lainnya.

Tingkat kemiskinan disabilitas dan kusta memang reltaif lebih tinggi dari pada yang bukan disabilitas  

Dan lebih lanjut dijelaskan olah Ibu Dwi Rahayuningsih bahwa penyandang disabilitas sendiri pada tahun 2021 keseluruhan untuk kategori sedang sampai berat ada sekitar 6,2 juta sedang untuk penyandang disabilitas fisik ada sekitar 3,3 juta.

Untuk tingkat kemiskinan sendiri masih lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan disabilitas, secara nasional tingkat kemiskinan kita ini ada diangka 10,14 persen, sedangkan untuk penyandang disabilitas terutama bagi penyandang disabilitas fisik termasuk kusta ada di angka 15,26 persen. 

Maka melihat dari fakta ini, jadi bisa dibilang bahwa pada kenyataannya, tingkat kemiskinan disabilitas termasuk kusta itu memang masih relatif lebih tinggi dibandingkan yang bukan disabilitas.

Dan alasan yang menjadi penyebab tingginya angka kemiskinan pada disabilitas termasuk kusta ini karena masih banyaknya stigma tenang kusta, sehingga membatasi ruang gerak penyandang disabilitas kusta untuk berkontribusi atau ikut berpartisipasi dalam beberapa aktivitas sosial yang produktif. 

Nah, hal ini mempengaruhi mereka juga dalam mengakses pendidikan, ketenagakerjaan, kewirausahaan, termasuk kesulitan dalam mengakses modal pada lembaga keuangan yang masih mendapatkan diskriminasi atau stigma tertentu, sehingga membuat akses disabilitas terhadap hal-hal tersebut menjadi terbatas. Maka dari itu, pada akhirnya berpengaruh pada tingkat kemiskinan pada penyandang disabilitas dan kusta ini di masyarakat.


Upaya mengatasi kemiskinan pada disabilitas dan kusta

Masalah kusta ini bukan hanya isu kesehatan saja, tapi juga menjadi isu sosial, ekonomi dan juga lingkungan, bahkan diidentikan dengan kemiskinan. Makanya diperlukan perhatian yang serius dari pemerintah dan juga pihak-pihak terkait untuk saling berkolaborasi lintas sektor, lembaga dan juga pemerintah daerah termasuk melibatkan OPYMK (orang yang pernah mengalami kusta) karena mereka ini yang akan menjadi agen-agen perubahan untuk mengubah kondisi kusta bisa lebih baik lagi.

Dan saat ini pemerintah pun sedang melakukan pemetaan atau ropmap peta jalan yang bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan eliminasi kusta. Bahkan kini pemerintah juga telah melakukan berbagai program untuk mengatasi kusta ini dari aspek kesehatan maupun non kesehatannya.

Pemerintah memiliki berbagai upaya yang sedang dan akan dilakukan untuk bantu atasi kemiskinan disabilitas dan kusta

Untuk membantu mengatasi kemiskinan pada penyandang disabilitas khususnya kusta ini memang butuh kerjasama semua pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat luas agar sama-sama bisa memberdayakan penyandang disabilitas kusta ini dengan memberikan motivasi, keterampilan, pengetahuan dan pelatihan, supaya stigma dirinya tidak lagi minder, punya keterampilan untuk hidup, dan kesehatannya juga diperhatikan, agar bisa lebih produktif sehingga kemiskinan bisa diatasi.

Selain itu, pemerintah pun perlu melakukan advokasi supaya kebijakan anggaran berpihak juga kepada mereka, bukan hanya membuat regulasi, tapi juga memastikan bagaimana dokumen-dokumen penyelenggaraan itu juga dapat mendukung disabilitas dan tepat sasaran.

Dan sejauh ini, penanganan kusta untuk kemiskinan terus dilakukan, bahkan ada beberapa program yang sudah dilaksanakan melalui Kementerian Sosial, seperti:
  • Pemberian bantuan sembako yang ditujukan untuk disabilitas termasuk kusta yang masuk dalam kategori miskin dan pastinya sudah masuk dalam database kemensos.
  • Program bantuan asistensi rehabilitasi sosial dan juga penyaluran alat bantu bagi para penyandang disabilitas.
  • Program kemandirian usaha yang difokuskan pada mereka yang mengalami diskriminasi dari lingkungan.
  • Kementerian sosial bekerjasama dengan dinas sosial di beberapa daerah menyelenggarakan kegiatan salter eks-kusta dengan memberikan tempat bagi mereka yang pernah mengalami kusta untuk berkarya.
  • Program keuangan bagi disabilitas yaitu untuk mempermudah disabilitas mendapatkan modal usaha sehingga mereka bisa produktif dan memperbaiki taraf hidupnya.
Selain upaya tersebut, pemerintah juga memberikan kuota minimum kepada pemerintah hingga swasta untuk mempekerjakan penyandang disabilitas. Untuk swasta kuota minimumnya 1 persen, dan untuk pemerintah, BUMN, BUMD minimumnya 2 persen.

Dan ke depan, pemerintah pun akan terus berupaya menghadirkan kebijakan dan juga program yang berpihak kepada penyandang disabilitas dan kusta, sehingga mereka pun tetap bisa mendapatkan haknya untuk bisa berkarya dan bekerja seperti masyarakat lainnya.


Kusta itu bukan kutukan!

Tidak dipungkiri, selama ini masyarakat kita punya stigma yang begitu negatif pada pasien kusta sehingga sering mengalami diskriminasi, bahkan tak jarang ada yang mengasumsikan kusta adalah penyakit kutukan. Padahal kusta itu merupakan penyakit yang umumnya bisa ditangani dan jarang menyebabkan kematian.

Penyakit kusta ini tidak mudah menular begitu saja, penularannya bisa terjadi bila kita berkontak erat minimal 20 jam berturut-turut selama satu minggu dengan pasien kusta yang belum pernah melakukan proses berobat sama sekali.

Makanya, bagi para keluarga yang tinggal satu rumah dengan pasien kusta tidak perlu khawatir terpapar kusta, karena kini bisa minum obat rifampicin dosis tunggal yang berguna untuk membunuh bakteri penyebab infeksi kusta tersebut, sehingga meminimalisir paparan kuman kusta tersebut.

Jadi, mulai saat ini mari kita beri dukungan dan jangan lagi mengucilkan teman-teman kita yang terkena kusta, justru sebaiknya mereka diajak untuk segera melakukan periksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit terdekat, agar mendapatkan pengobatan dan perawatan yang sesuai, karena kusta itu bukan kutukan, dan kusta itu bisa disembuhkan.



No comments:

Post a Comment