Indonesia ini kaya akan hutan, bahkan disebut-sebut bahwa
hutan Indonesia merupakan salah satu hutan yang memiliki lahan yang luas di dunia, dan menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga tahun 2017 silam mengungkapkan bahwa ada sekitar 125.922.474 hektar luas hutan Indonesia.
Maka dengan hutan yang begitu luas, hutan Indonesia tidak heran kerap disebut-sebut sebagai paru-parunya dunia, dan tidak bisa
kita bayangkan bagaimana nasib bumi ini jika hutan Indonesia yang begitu luas
itu tiba-tiba menjadi gundul dan tak ada lagi.
Maka dapat dipastikan bahwa dunia
ini akan menjadi kacau, dimana bumi akan terasa sangat panas, persediaan air
tawar menjadi cepat habis karena tak adanya hutan sebagai daerah resapan. Dan
bencana alam seperti banjir dan tanah longsor akan kerap terjadi setiap musim
hujan datang.
Selain itu, tingkat polusi pasti
akan semakin meningkat, karena tidak ada lagi hutan yang menjadi paru-parunya
dunia. Maka segala penyakit akan mudah datang, infeksi saluran pernafasan,
kekurangan oksigen dan sederet masalah kesehatan akan menimpa umat manusia.
Itu hanya segelintir dampak yang
terjadi jika hutan benar-benar kehilangan fungsinya. Maka dari itu, melihat peranan
hutan yang begitu vital untuk kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lain
di bumi ini, maka pemerintah pun selalu berupaya agar hutan-hutan yang ada di
Indonesia bisa tetap terjaga kelestariannya demi kelangsungan hidup mahluk di bumi Indonesia tercinta ini.
Nah, berbicara tentang peran
pemerintah dalam menjaga hutan yang ada di Indonesia ini, maka saya menjadi
teringat dengan acara Refleksi Hutan
Sosial 2018 bertajuk Dialog dengan
Tokoh Hutan Sosial Tempo 2018 yang berelangsung di Arboretum Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ada di jalan Gatot Subroto No. 2 Jakarta
Pusat beberapa waktu yang lalu (28/12/18).
Para Narasumber Dialog Refleksi Hutan Sosial Bertajuk Tokoh Hutan Sosial Tempo 2018 |
Dalam acara Dialog dengan Tokoh
Hutan Sosial Tempo 2018 ini, tampak hadir para pembicara yang terdiri dari Bapak Budi Satyarso selaku Pemimpin
Redaksi Koran Tempo, Bapak Bamabang
Supriyanto selaku Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan KLHK, dan Bapak Didik
Suharjito selaku Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, serta ada Bapak Bagja Hidayat selaku Redaktur
Pelaksana Tempo yang menjadi moderator dalam acara ini.
Acara yang berlangsung di sekitar
Arborea Café di antara pohon-pohon hijau yang tumbuh rimbun ini benar-benar bikin
suasana sangat adem, udara terasa lebih sejuk dan membuat suasana acara menjadi
lebih santai, seperti ngobrol-ngobrol asyik di tengah kebun gitu. asyik bangat
sih menurut saya konsep acaranya.
Dan kehadiran Endah and Rhesa
dengan alunan musik dan suara merdunya membuat suasana acara terasa lebih
hidup, lagu demi lagu yang mereka bawakan mampu membuat para undangan yang
datang begitu terhibur, dan tak sedikit juga ada yang turut bernyanyi mengikuti
mereka yang tampil di atas panggung sembari menikmati hidangan makan siang ala
prasmanan siang itu.
Setelah itu, acara terlebih
dahulu dibuka dengan sambutan dari Ibu
Siti Nurbaya selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang
menuturkan terkait bagaimana pemerintah hadir dalam memberikan akses kelola
hutan sosial bagi masyarakat.
Ibu Siti Nurbaya menjelaskan bahwa pemerintah kini memberikan akses yang luas agar masyarakat bisa mengelola hutan sosial secara legal |
Diakui oleh Ibu Siti Nurbaya
bahwa pemberian akses kelola Hutan Sosial KLHK hingga kini telah mencapai
2.504.197,92 Ha dengan total Surat Keputusan (SK) sebanyak 5.391 SK kepada
586.793 Kepala Keluarga.
Dimana kehadiran Hutan Sosial ini
menjadi salah satu kebijakan yang dihadirkan oleh pemerintah untuk memastikan
bahwa keberadaan hutan harus dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat
secara nyata.
Dalam saambutannya, Ibu Siti
Nurbaya mengungkapkan bahwa “Setidaknya 25.800 desa dengan jumlah penduduk
sekitar 30 juta orang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Program Hutan
Sosial adalah jawaban Presiden untuk mensejahterakan masyarakat yang 70%
diantaranya menggantungkan hidupnya kepada keberadaan dan kelestarian kawasan
hutan”.
Untuk itu, menurut Ibu Siti, bahwa
kini masyarakat memiliki kesempatan untuk mengelola dan memanfaatkan hutan
secara berkelompok melalui pemberian akses legal selama 35 tahun. Selain itu,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga akan terus mendampingi
masyarakat desa hutan agar dapat berusaha secara mandiri dan berkelanjutan.
Jadi diharapkan, pemanfaatan
hutan Indonesia ini tidak hanya dimiliki oleh pengusaha saja, namun yang lebih
penting yaitu bagaimana masyarakat juga memiliki akses legal untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup mereka terhadap pengelolaan hutan.
Apa itu Hutan Sosial?
Hutan Sosial merupakan sebuah
program nasional yang digagas oleh pemerintah yang bertujuan untuk melakukan
pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar,
yaitu: lahan, kesempatan usaha dan sumber daya manusia.
Dan pastinya, perhutanan sosial
ini merupakan program yang membuat masyarakat bisa turut mengelola hutan
secara legal dan bisa mendapatkan manfaatnya secara ekonomi. Jadi melalui program ini pemerintah
memberikan hak secara legal kepada masyarakat untuk mengelola hutan yang ada
untuk kemakmuran tanpa merusak hutan tersebut, sekaligus untuk menepis
ketakutan masyarakat yang selama ini menghadapi banyak kesulitan ketika hendak
memanfaatkan area hutan di sekitar tempat tinggal mereka.
Dan pelaku yang terlibat dalam
pengelolaan Perhutanan Sosial ini merupakan asli warga Negara Republik
Indonesia yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan negara,
yang keabsahannya dibuktikan lewat Kartu Tanda Penduduk, dan memiliki komunitas
sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, dan juga
aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
Dan diungkapkan oleh Bapak
Didik Suharjito selaku Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB bahwa akses legal
pengelolaan kawasan hutan sosial ini, terdiri dari lima jenis hutan yang
dibedakan berdasarkan skema pengelolaan, yaitu:
- Hutan Desa (HD) merupakan hutan negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada lembaga desa untuk kesejahteraan desa.
- Hutan Kemasyarakatan (HKM), yaitu hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
- Hutan Tanaman Rakyat (HTR), adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalm rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
- Hutan Adat (HA), adalah hutan yang berada di dalam wilayah kekuasaan masyarakat hutan adat.
- Kemitraan Kehutanan, merupakan kerjasama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.
Jadi dengan hadirnya program
hutan sosial ini, maka fungsi hutan tidak hanya menjadi paru-paru dunia, namun
juga berperan sebagai sumber kehidupan masyarakat. Dan diharapkan, kekayaan
hutan yang belum dimanfaatkan dengan baik selama ini
sekarang bisa dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan, terutama bagi masyarakat
yang tinggal di sekitar atau di dalam hutan.
Perkembangan dan Tantangan Hutan Sosial Hingga saat ini
Konon katanya, perhutanan sosial
mulai didengungkan sudah lama, sejak tahun 1999 silam, namun keadaan Indonesia saat
itu yang masih gamang pasca reformasi, menjadikan agenda besar ini kurang
diperhatikan dan hanya berjalan di tempat saja.
Lalu pada tahun 2007 program Perhutanan
Sosial ini mulai dilaksanakan, namun selama lebih kurang tujuh tahun hingga
tahun 2014, program ini berjalan tersendat. Hal ini senada dengan yang diakui
oleh Bapak Bambang Supriyanto selaku
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan bahwa “Selama
periode 2007-2014 (7 tahun), hutan yang terjangkau akses kelola masyarakat
hanya seluas 0,46 juta hektar.
Namun setelah itu, mulai tahun
2015 hingga tahun 2018 ini, maka pemerintah melakukan percepatan dalam
mengembangkan perhutanan sosial ini, dan selama kurang lebih empat tahun ini
dan telah tercatat seluas 2,048 juta hektar kawasan hutan yang sudah legal sehingga
membuka akses untuk dikelola oleh masyarakat.
Dan saat ini capaian akses kelola
hutan sosial jika dilihat berdasarkan propinsi, maka ada tiga propinsi yang
paling unggul yaitu: Kalimantan Barat, Sumatera Barat dan lampung. Dan
diharapkan propinsi lain bisa terus giat dalam mengelola hutan sosialnya
sehingga semakin memberikan banyak manfaat bagi masyarakatnya.
Selain itu, capaian tahunan
terkait kinerja pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dari tahun
2016 hingga 2018 ini mengalami kenaikan 131,25%. Dimana target Kelompok Usaha
Perhutanan Sosial pada walnya hanya 4000 KUPS saja, namun ternyata di akhir
tahun 2018 ini bisa mencapai 5,245 KUPS.
Selain bisa mencapai beberapa hal
di atas, namun dalam menjalankan program perhutanan sosial ini, tentu saja
pemerintah tak menampik banyak menemukan tantangan, seperti jauhnya masyarakat
dari akses infrastruktur menjadi salah satu kendala terlaksananya verifikasi
kelompok masyarakat, dan sering kali menjadi hal yang membuat terlambatnya
sosialisasi program ini.
Selain itu, tantangan juga
ditemukan masih sedikitnya sosok pendamping yang bisa membantu masyarakat dalam
menjalankan program perhutanan sosial bagi masyarakat ini. Makanya, kini Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus melakukan bekerjasama dengan berbagai
pihak, termasuk LSM untuk memberikan pendamping dan turun ke lapangan sehingga
bisa memberikan pengetahuan dan pengidentifikasian potensi kawasan hutan,
pengembangan usaha, serta pemasaran hasil usaha masyarakat.
Hal ini perlu dilakukan agar
kehadiran pendamping bisa mengarahkan masyarakat secara tepat dalam
mengeksplore hutan secara bijak untuk meningkatkan ekonomi bagi warga yang
tinggal di sekitar atau juga di dalam hutan tersebut, sehingga nantinya, masyarakat
diharapkan semakin mandiri dalam mengelola potensi hutan yang ada di sekitarnya.
Tujuan Kehadiran Hutan Sosial
Seperti yang sudah disinggung di awal,
bahwa nagara kita memiliki hutan yang sangat luas. Untuk itu, pemerintah
memiliki dua agenda besar terkait pengelolaan hutan, yakni peningkatan
kesejahteraan masyarakat khususnya di sekitar hutan dan penciptaan model
pelestarian hutan yang efektif.
Jadi, keadiran Program Perhutanan
Sosial ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola
pemberdayaan pada masyarakat setempat dan dengan tetap berpedoman pada aspek
kelestarian lingkungan yang harus tetap terjaga.
Untuk itu, Program Perhutanan
Sosial ini akan membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk
mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah. Setelah disetujui maka
masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara
yang ramah lingkungan.
Diharapkan dengan program ini
masyarakat akan mendapatkan berbagai insentif berupa dukungan teknis dari
pemerintah dalam mengelola perkebunan tanaman dalam area yang mereka ajukan.
Dan nantinya, hasil panen dari perkebunan ini dapat kemudian dijual oleh
masyarakat demi pemenuhan kebutuhan ekonominya sehari-hari.
Jadi, dengan pemanfaatan hutan
sosial ini, maka akan ada nilai produktivitas yang bisa dibangun, bukan hanya
untuk makan saja, tetapi juga untuk membangun ekonomi di desa tersebut sehingga
juga bisa tumbuh.
Dan dengan hadirnya hutan sosial
ini, maka akan menjadikan masyarakat tumbuh dan berkembang menjadi sumber daya
manusia yang profesional, karena masyarakat akan memiliki kemampuan, dapat
produktif, dan bisa membangun negara karena bisa terjun sebagai pelaku usaha.
Jadi diharapkan nantinya bukan hanya
pebisnis-pebisnis hebat saja yang sukses, tapi masyarakat biasa juga bisa
tumbuh dan menekuni pengelolaan perhutanan sosial dengan baik. Oleh karena itu,
di dalam prakteknya program ini, masyarakat akan diberikan akses, ada
fasilitasi, juga ada pelatihan atau transfer management sehingga program ini
tetap mengedepankan memanfaatkan hutan dengan manajemen korporat yang baik.
Sehingga dengan begitu, maka
kehadiran perhutanan sosial yang dilaksanakan secara klaster ini, pada akhirnya akan memacu pertumbuhan pusat ekonomi
domestik yang lebih baik, sehingga dengan cara ini kesempatan kerja terbuka
luas dan penurunan kemiskinan akan signifikan. Mudah-mudahan impian ini bisa
berjalan lancar dan sukses. Aamiin…
Tokoh Perhutanan Sosial 2018
Dalam acara ini, saya dan para
undangan lain bisa juga berjumpa dengan para Tokoh Perhutanan Sosial 2018 yang
berhasil lolos seleksi dari hampir 5.000 kelompok perhutanan sosial yang
mendaftar dari seluruh Indonesia.
Dimana menurut Bapak Budi Satyarso selaku Pemimpin
Redaksi Koran Tempo bahwa Tokoh Hutan Sosial Tempo ini tercetus dari
perbincangan informal di redaksi Tempo beberapa waktu yang lalu, kemudian
perlahan ide pemilihan tokoh hutan sosial ini dimatangkan dan dibentuk tim yang
melibatkan sejumlah bagian di Tempo. Dan tim inilah yang akhirnya menggodok
konsep pemilihan, jadwal kerja, metode seleksi, pemilihan juri, penjurian,
pengerahan tenaga veriffikasi hingga liputan ke lapangan.
Dimana untuk menentukan para
tokoh Perhutanan Sosial ini dilakukan penilaian oleh: Bapak Didik Suharjito
selaku Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Bapak Suwijo selaku Anggota Kelompok
Kerja Percepatan dan Perhutanan Sosial, Bapak Bamabang Supriyanto selaku Direktur
Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Bapak Budi Satyarso
selaku Pemimpin Redaksi Koran Tempo, dan Bapak Bagja Hidayat selaku Redaktur
Pelaksana Tempo.
Jadi para dewan juri ini
menetapkan kriteria ini untuk tokoh hutan sosial ini berdasarkan lima jenis
perhutanan sosial yaitu hutan adat, hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan
tanaman rakyat, dan hutan kemitraan.
Dan aspek yang menjadi penilaian
meliputi beberapa hal, diantaranya: sudah mendapat sertiikat perhutanan sosial,
inovatif, berkelanjutan, menggerakan komunitas, dan juga harus terlibat dalam
perhutanan sosial sedikitnya lima tahun.
Namun diakui oleh Bapak Budi,
bahwa jika dirampung, semua aspek di atas akan mencakup 3 aspek penting yang
dijadikan tolak ukur penilaian untuk pemilihan Tokoh Perhutanan Sosial 2018
ini, yaitu:
- Kepahlawanan yaitu kehadiran tokoh yang mampu mengubah keberadaan hutan tetap lestari namun juga mampu mengolahnya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Sebagai salah satu contohnya pengelolaan Kalibiru menjadi objek wisata yang dalam setahun bisa meraih pendapatan hampir 5 miliar.
- Konsistensi yaitu kelompok hutan sosial ini diawali oleh satu atau dua orang, lalu melakukan pendekatan kepada masyarakat luas secara terus menerus agar sama-sama mau menjaga dan mengelola hutan yang ada, serta patuh dengan segala peraturan yang ada minimal 5 tahun.
- Kolaborasi yaitu harus ada kekompakan yang solid, karena ini merupakan kerja kelompok yang digerakan bukan hanya masyarakat sebagai pelakunya, namun juga dibantu oleh pendamping, dan berbagai pihak lainnya sehingga bisa tumbuh lebih maju dari kelompok-kelompok yang lainnya.
Maka setelah melalui proses yang
panjang, mulai dari proses Verifikasi, peliputan hingga penjurian yang cukup
panjang, maka terpilihlah 9 Tokoh Hutan Sosial 2018 pilihan Koran Tempo yang
berasal dari delapan provinsi dan sembilan kabupaten di Indonesia berikut ini:
ini dia 9 Tokoh Hutan Sosial 2018 yang lolos seleksi |
- KTH Mandiri Kalibiru, Hutan Kemasyarakatan, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.
- Gapoktan Rimba Lestari, Hutan Kemasyarakatan, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
- KTH Mitra Wana Lestari Sejahtera, Hutan Kemasyarakatan, Kabupaten Lampung Barat, Lampung.
- Kelompok Tani dan Nelayan Mangrove, Hutan Kemasyarakatan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
- LPHD Bentang Pesisir Padang Tikar – Batu Ampar, Hutan Desa, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
- LPHN Jorong Simancuang, Hutan Desa, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
- LMDH Wono Lestari, Kemitraan Kehutanan, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
- Hutan Adat Tembawang Tampun Juah, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
- Hutan Adat Marena, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Selamat untuk ke 9 Tokoh
Perhutanan Sosial 2018 yang terpilih, semoga semakin terus semangat mengelola
dan menjaga hutan yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
hidup yang lebih baik lagi.
Dan semoga acara ini juga semakin
memotivasi banyak masyarakat Indonesia lainnya untuk terus menjaga dan
mengelolah hutan yang ada di sekitarnya dengan sewajarnya tanpa merusak hutan
sebagai para-parunya dunia.
Selain itu, kehadiran akses legal
mengelola kawasan hutan ini, diharapkan menjadi jembatan yang mampu memberikan
bentuk nyata dari kehadiran negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia,
dan memberi kesejahteraan bagi masyarkat Indonesia. Perhutanan Sosial, ini saatnya hutan untuk kesejahteraan rakyat!
Jadi lebih tahu apa itu hutan sosial.. intinya bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan hutan dengan cara yang baik untuk kesejahteraan masyarakat sekitar hutan juga ya ka.. jika dulu masih asal, tapi sekarang sudah mulai terarah ya ka.. jadi lebih paham.. semoga para tokoh hutan sosial ini dapat terus menjadi contoh untuk para pengelola hutan yang lain lain ya..
ReplyDeleteSemoga tata kelola hutannya benar sehingga benar memberi mabfaat kepada masyarakat sekitar, Harus dijaga pula agar tak disalah gunakan untuk kepentingan kelompok tertentu. jika memberikan manfaat pasti dijaga dengan baik oleh masyarakat
ReplyDeleteSemoga tidak terjadi penebangan liar lagi di hutan Indonesia,sehingga semua rakyat Indonesia bisa merasakan manfaat dari hutan itu sendiri
ReplyDeleteDulu ya zaman kecil kalau dengar hutan ya udah banyak pohon aja tapi seiring dengan banyaknya hutan gundul juga semua orang makin aware ya apalagi jadi tahu juga nama nama hutan dan ini tujuan yang bagus untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya di sekitar hutan dan penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.
ReplyDeleteTernyata hutan kita membawa banyak manfaat ya... Yang penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nya . Semoga kita semua bisa menjaga hutan Indonesia dengan baik
ReplyDeleteSaat ini luas hutan kita makin berkurang ya karena aktivitas penebangan dan pembalakkan liar. Semoga pemerintah dan para pihak terkait makin giat untuk menyelamatkan hutan sebagai paru-paru bumi. Btw, di kota-kota besar sepertnya makin mahal ya untuk mendapatkan hawa segar dan sejuk yang bisa dengan mudah dirasakan saat berkunjung ke kampung atau keluar dari pemukiman padat penduduk..
ReplyDelete