Mimpi Anak Pulau, itulah judul film yang sempat membuat saya
penasaran saat melihat trailernya beberapa waktu yang lalu, dan Alhamdulillah kesampian juga untuk ikut menonton gala
premiernya di XXI Epicentrum. Namun sebelum melakukan nonton bareng film ini,
ternyata para pemain film Mimpi Anak Pulau ini sempat melakukan Pres Conference
dengan para Blogger dan Media.
Para Pemain Film Mimpi Anak Pulau |
Film bergenre biografi drama ini merupakan
kisah nyata yang diangkat dari sebuah novel yang ditulis oleh Abidah El Khalieqy yang pernah juga
menulis buku berjudul “Perempuan Berkalung Sorban” dan juga pernah difilmkan.
Namun diakui oleh Mas Ray
Sahetapy dan Mba Ananda Lontoh, untuk mendalami film ini, mereka dituntut harus
mahir berdialog melayu, bahan untuk memantapkan gaya bahasa melayu ini pun
ternyata sampai mendatangkan tutornya tersendiri.
Para Pemain Film Mimpi Anak Pulau |
Dimana film Mimpi Anak Pulau ini tidak
hanya memamerkan keindahan alam kepulauan Batam saja, namun juga menyelipkan
wejangan tentang arti sebuah perjungan hidup, bahwa dimana ada kemauan, di situ
akan ada jalan, sekaligus film ini mengajarkan kita untuk berani mempunyai
mimpi, karena mimpi adalah awal yang menjadi dasar untuk membangun langkah-langkah
besar menuju sebuah kesuksesan.
Film Mimpi Anak Pulau ini sengaja
dihadirkan pada bulan Agustus ini sekalian bertepatan dengan momentum Hari
Kemerdekaan Indonesia. Film ini merepresentasikan nilai-nilai perjuangan
tentang bagaimana menggapai impian melalui tangga-tangga sekolah, sehingga
diharapkan film ini bisa menginspirasi anak-anak Indonesia untuk terus berjuang
menggapai apa yang menjadi cita-cita atau impiannya, dan tidak cepat menyerah
ketika keadaan dan situasi yang sulit datang menghadang.
Dan mengutip kata Mas Indra Sudirman selaku Executive Producer film Mimpi Anak Pulau "Bahwa film ini memberikan pesan moral, bahwa sukses itu adalah hak setiap orang tanpa terkecuali, tinggal bagaimana orang itu mau berusaha mencapai cita-citanya di tengah tantangan yang ada."
*******
Film ini menceritakan sosok Jani Lasa, anak ke tiga dari lima bersaudara, sosok yang pintar namun hidup dalam deraan kekukurangan yang seolah tak pernah usai. Perjalanan panjang hidupnya yang pahit, dapat terpancar dalam adegan demi adegan di film ini yang diperankan dengan apik oleh Daffa
Permana.
Jani dan teman-temannya berlarian di atas pasir putih |
Hidup disebuah rumah panggung
beratap rumbai, berdinding papan kayu, Jani yang menjadi tokoh utama film ini diceritakan lahir dari pasangan
Bapak Lasa (yang diperankan Ray Sahetapi) dan Ibu Rubiah (yang diperankan oleh
Ananda Lontoh), hidupnya jauh dari kemewahan.
Jani hidup dalam kondisi serba
kekurangan, penuh dengan keterbatasan di sebuah pulau pesisir yang sepi dan
jauh dari keramaian. Bahkan konon pesisir Nongsa, kepulauan Batam tempat Jani
lahir ini hanya terdiri dari empat puluh kepala keluarga saja.
Saat Jani dan adiknya main ke pantai |
Namun keterbatasan tidak pernah
menyurutkan langkah Jani, dia tetap mengayuh langkah meski tanpa alas kaki,
menggantungkan semangat menenuki tapak demi tapak langkah menuju sekolah, namun
rasa malu dan minder sempat menyelimuti hati sang Jani kecil lantaran tidak
memiliki sepatu, namun keadaan keluarga yang tidak memungkinkan, maka angan
untuk membeli sepasang sepatu itu seperti sebuah asa yang terlalu mewah untuk
dikabulkan oleh kedua orang tua Jani.
Bukan tidak ada usaha yang
dilakukan oleh Bapak dan Ibunya Jani, Bapaknya mengayuh jauh hingga ke negera Singapure
hanya untuk menjual kelapa kopra, dan sang Ibu membuat kue dan dijual di pasar,
namun semua usaha itu tak pernah bisa menebus jua sepatu untuk Jani kecil.
Film yang disutradarai oleh Kiki
Nuriswan ini menggambarkan dengan jelas, tentang bagaimana kehidupan Jani yang semakin
berat selepas ditinggal selama-lamanya oleh sang ayah, hidup Jani semakin keras.
Dimana Jani dan kedua Abangnya harus bangun pagi berpacu dengan subuh lalu menjamah hutan untuk mencari
kayu dan mengumpulkan getah karet, atau melaut mencari ikan untuk membantu
ekonomi keluarga.
Suasana belajar di kelas Jani yang berdinding papan |
Melihat kesulitan hidup yang ditekuni Jani, membuat hati saya ikut merintih dan mata saya jebol oleh air mata yang bergerimis, bagaimana mungkin anak sekecil itu harus berjuang
sebegitu gigihnya dalam menjalani kehidupan.
Bahkan tidak hanya itu, disela kegiatannya menuntut ilmu, Jani pun
tidak malu berjualan potongan buah nanas pada teman-temannya di sekolah, demi
mengumpulkan receh demi receh untuk membantu sang Ibu. Bahkan yang lebih mengharukan
lagi, Jani harus ikut bekerja bersama abangnya di sebuah dapur arang, pekerjaan
sekeras itu tak seharusnya ditekuni oleh Jani, namun keinginannya memiliki baju
baru di hari lebaran membuatnya bekerja begitu giat karena Jani yakin Ibunya
tak akan pernah mampu mengabulkan itu semua.
Menjalani kesulitan hidup yang
terus dililit oleh kesusahan membuat Jani kecil yakin, bahwa hanya dengan
bersekolah yang tinggi maka semua kepahitan hidup ini bisa diubah, dan selepas
menempuh sekolah dasar maka Jani ingin sekali melanjutkan sekolah ke PGA (Pendidikan
Guru Agama) di Tanjung Pinang.
Sang Ibu sangat tidak sanggup
bila benar Jani akan pergi jauh menuju Pangkal Pinang, Jani kecil yang belum
pernah pergi sejauh itu membuat sang Ibu dihasut kekhawatiran. Belum lagi jarak
yang harus ditempuh jani dari Batam ke Pangkal Pinang itu bukanlah jarak yang
dekat, Jani harus melewati laut lepas dengan gelombang yang tak
bersahabat.
Setelah mendapat restu dari Ibunya, Jani diantar oleh teman-teman dan keluarganya di tepi pantai, keharuan membuncah dan menderas di hati saya saat melihat adegan itu. Seketika saya jadi ingat, saat saya dulu pergi seorang diri untuk berangkat kuliah ke Jogjakarta, maka saya dapat merasakan bagaimana sakitnya sebuah berpisah.
Bermodal perahu dayung, Jani dan abangnya harus mengayuh berjam-jam di tengah laut lepas, berpacu dengan waktu yang sudah begitu mepet untuk pendaftaran masuk sekolah di PGA, namun di tengah perjalanan, hujan badai datang, mengayun perahu Jani terombang-ambing, terlebih setelah salah satu dayungnya lepas terhempas ombak yang deras. Jantung saya ikut berebar deras, tak sanggup melihat bila perahu yang ditumpangi Jani harus terbalik dihempas badai.
Apakah perahu Jani akan tenggelam? dan bagaimana Jani berjuang melawan badai tersebut? Apakah Jani bisa meraih impiannya sekolah di PGA sesuai impiannya? jika semua pertanyaan itu bersarang di dada kalian, maka tuntaskan rasa penasaran kalian dengan datang
langsung ke bioskop terdekat pada tanggal 18
Agustus mendatang untuk menonton langsung film garapan Nadienne Batam Production dan
Studiopro 1226 ini. Karena film ini layak di tonton agar kita tahu bagaimana menghargai arti perjuangan dan pendidikan yang sesungguhnya.
Film Mimpi Anak Pulau yang akan
ditayangkan pada bulan Agustus ini juga rencananya akan disiarkan juga di Malaysia,
Singapure, dan Brunei Darussalam. Jadi sebagai orang Indonesia, hayo kita
sukseskan film-film Indonesia dengan berbondong-bondong menonton film karya
anak bangsa ini bersama semua anggota keluarga di bioskop-bioskop terdekat. Selamat menonton :)
Waah filmnya kayanya keren ya Bang, apalagi diangkat dari kisah nyata. Nonton akh nanti tanggal 18.
ReplyDeleteIya harus nonton Rangga, filmnya menginspirasi bangat, supaya tetap semangat menggapai mimpi apapun keadaan kita. Iya tanggal 18 tayangnya :)
DeleteSelalu suka dengan film-film yang mengisahkan perjuangan anak-anak yang berusaha untuk sekolah meski memiliki banyak keterbatasan yang bisa jadi penghalang. Bangga kalau Indonesia memproduksi film-film bagus seperti ini.
ReplyDeleteSetuju bangat Mba Ipeh, film-film seperti ini bagus bangat supaya memotivasi para generasi muda untuk semangat mengejar cita-citanya :)
DeleteIya Mba Ipeh, mudah-mudahan banyak film insporatif ini lahir di negeri ini. Aamiin...
Suka sekali nonton film inspirasi kayak gini.
ReplyDeleteApa lagi pemain film nya kawakan sebagian.
Tosh Teh, sama saya juga suka bangat film seperti ini, sangat inspiratif bangat. Iya pemainnya keren-keren Teh, walau ada yang pemain baru tapi actingnya keren-keren :)
Deletebelum nonton , makasih sharingnya, malah aku mah suka baca cerita dari review film daripada nonton, soalnay aku suka ketiduran kl di bioskop
ReplyDeleteHari ini tanggal 18 baru tayang serentak Mba Tira filmnya, hayo sekali-sekali nonton langsung di bioskop, seru loh film ini :)
Deletesaya suka menonton film yg diangkat dari kisah nyata
ReplyDelete