"Dan pada akhirnya aku tahu, air hujan lebih hangat
dari pelukannya semalam" Ucapnya samar di antara bulir air matanya yang
jatuh.
"Tapi bukan begini caranya melerai sakit, ini justru
menimbun perih" Kutarik tangannya paksa di tengah hujan yang menderas.
Dia tak bergeming, tapi sorot matanya seolah bilang
"Biarkan aku di sini, bersama hujan dan air mataku".
Aku akhirnya menyurutkan langkahku, kembali duduk
disampingnya, membiarkan sepi menari, dan kuyup meraba setiap kecewa yang
mencerca.
"Kamu tak pernah tahu, yang lebih sakit saat ini bukan
kamu, tapi aku yang lebih hancur" Hampir kata itu melompat dari bibirku,
namun warasku membungkam kata-kata itu dalam sunyi.
No comments:
Post a Comment