Malam kian merangkak pelan. Namun
semakin menanjak, mata tak kunjung ingin terpejam. Udara kamar sedikit pengap terasa, mengingat kipas angin yang ada rusak sejak kemarin. Lampu kamar sengaja
dimatikan, berharap gelap bisa memandu lelap. Namun pikiran pun tak mau kalah dengan mata. Menerawang ntah
kemana. Alunan musik pengantar tidurpun terdengar hanya seperti ketukan-ketukan
sederhana bagiku. Bahkan detik jam dinding jauh lebih jelas untuk di dengar.
Jam menunjukan 00:00. Selamat
pagi. Begitu gumamku resah. Oh, ini masih terlalu dini. Terlalu pagi, jendela
kamar yang sudah tertutup rapat tiba-tiba mengundang untuk dibuka. Semilir
angin dingin menyapa. Langit tampak tak berbintang, Bulan entah ada di sudut
mana sekarang. Senyap jalanan juga tampak dihadapan. Oh, masih adakah suara?
Benar-benar sunyi.
Rutinitas yang cukup padat
belakangan ini memaksaku untuk jarang berinteraksi dengan isi kamarku sendiri. Channel tv yang
tampak membosankan, deretan buku-buku yang masih terbungkus utuh juga tampak
tak ingin dibaca.
Tapi tunggu, buku? Mendadak aku teringat, Dimana buku
catatan itu? Dimana aku taruh kemarin? gumamku.
Ku arahkan pandanganku sekeliling
meja, di atas lemari, di bawah rak tv, juga tak nampak buku yang kucari. “Aduh, disimpan dimana ya?”
Resahku sambil memutar ingatanku dengan mata yang tak berhenti menatap
sekeliling kamar, atas, kiri , kanan, bawah.
“Ah… dibawah kasur jangan-jangan” Ku ulurkan tanganku, aku coba meraba
lantai dibawah kasurku dan tak lama aku berdecak senang.
“ini dia!"
Aku sudah tak heran kenapa buku ini
bisa terlempar kesini... ini pasti karena kebiasaanku kalau tiba-tiba
tertidur saat baca. Ah sudahlah, kebiasaan yang tak patut ditiru.
Luna… nama itu kembali hadir.
Nama yang misterius. Entah seperti apa pemilik buku catatan ini, Entahlah, namun
kisahnya membuat ku semakin penasaran, dan aku kembali membuka halaman demi
halaman yg belum sempat kubaca sebelumnya.
Dan mataku terhenti di halaman
selanjutnya yang ditulis dengan spidol hitam tebal.
21 Jan“Adakalanya senyum adalah topeng terbaik, Seperti halnya sebuah kacamata yang bisa mengubah wajah seseorang."
Hanya tertulis seperti itu, dan tak
ada kalimat lain yang mengiringi kalimat itu pada halaman ini. Tanyapun hadir, kenapa ditulis dengan spidol tebal dan hanya kalimat satu paragraf
saja? Entahlah, mungkin tinta bolpoinnya habis maka menggunakan spidol, celotehku asal.
Demi memuaskan rasa penasaran yang terus menghasut, kulantas membuka halaman
selanjutnya, disini pun hanya ada satu kalimat pendek yang juga ditulis dengan
spidol hitam tebal.
22 JanTopeng, Topeng, Topeng…Oh Dunia!
Aku tak mengerti juga apa maksud
dari tulisan Luna ini, aku mengerutkan keningku mencoba menalarnya, namun tetap
saja nihil, aku benar-benar tak paham.
Dan akhirnya aku menyerah melanjutkan membaca buku catatanya Luna setelah rasa dingin yang berhembus dari
jendela yang masih terbuka membuatku kedinginan, aku buru-buru menutupnya.
Jarum waktu telah
bergulir menuju pukul setengah satu dini hari, aku pun mencoba menutup mata
dalam remang karena besok aku harus bangun lebih pagi lantaran ada monthly meeting yang wajib dihadiri oleh semua karyawan.
B e r s a m b u n g...
No comments:
Post a Comment