Baru saja hendak kurebahkan diri dan mencoba memejamkan mata, tiba-tiba
terdengar suara benda jatuh lumayan keras.
"Astaga..., apa itu, apa mungkin kucing atau jangan-jangan
maling lagi" tanyaku penasaran.
Kunyalakan lampu meja disamping tempat tidurku, kuambil kacamata
lalu berjalan pelan menuju pintu kamar. Tapi tunggu, jam berapa ini? Ku lirik
jam dinding, jarum jam menunjukan pukul satu dini hari kurang lima belas menit.
Perlahan kubuka pintu kamar, kulihat ke arah balkon, pintu tampak
tertutup. Lalu ku melongokan wajah ke bawah ruang tamu, juga tidak ada siapa-siapa.
Lalu ku beranikan diri berjalan ke belakang, menuju kearah tangga disamping
kamar Uda Rendy, tapi tak ada siapa-siapa juga.
“Hmmm... suara apa ya tadi itu” tanyaku dalam hati dengan mata
yang terus mengintai setiap sudut belakang dengan cermat. Namun nihil, tidak
ada apa-apa kecuali beberapa botol pembersih lantai yang berserakan dilantai.
“Mas Bumi” Suara panggilan
itu membuat ku sangat terkejut hampir mati.
Dan akupun menoleh seketika, dan tampak Mang Ujang tengah
memamerkan senyum khasnya itu kearah ku.
“Mamang lagi apa sih malam-malam. Serem tau, tiba-tiba muncul dari
belakang” Ngocehku setengah kesal karena masih dihasut kaget.
“Ngaanu Mas, hmmm maaaf tadi saya habis dari toilet, ternyata
lantainya licin dan saya kepeleset deh, dan tak sengaja menyenggol rak ini
makanya botol-botol itu pada jatuh” Ucap Mang Ujang setengah gugup.
“Tapi Mamang tidak apa-apa kan?” empatiku kembali datang setelah mendengar
cerita Mang Ujang.
“Tidak apa-apa Mas Bumi, sekali lagi maaf sudah menggangu tidurnya”
Ucapnya tulus dengan nada suaranya yang sangat khas Sunda.
“Sukurlah kalo begitu, Saya balik ke kamar dulu ya, mamang juga
cepat istrahat” Ucapku sebelum berlalu meninggalkan Mang Ujang yang mulai sibuk
meletakan kembali botol-botol yang tadi jatuh dirak dekat dinding menuju kamar
mandi.
Aku tidak lantas masuk kamar, aku sejenak melangkah ke balkon, seolah
dipanggil oleh sesuatu yang entah, dan saat mataku mengarah ke langit, ternyata
bulan purnama tengah memamerkan cahayanya yang sempurna, dan juga tampak kerlip
bintang berpesta cahaya, menghias kelam dan sunyi yang kini kujelang.
Sejenak aku meresapi semua pesta langit itu dalam diam yang paling
sunyi, aku merasa seolah ikut terhanyut dalam cahaya sang bulan yang berarak
pelan menyusuri jalur semesta, menunggu waktunya estafet dengan sang surya.
“Purnama yang indah, namun sampai kapanpun kau tak akan pernah ku
gapai?, seperti dia yang kini seolah menabuh misteri dalam hari-hariku” Celoteh
hatiku sendu, dan aku sadar inilah hidup, semua ada jalannya masing-masing, bahwa tak semua yang kita inginkan bisa kita raih.
“Alur selalu bertutur tentang: datang, pergi, siang, malam, gelap
terang, ah.. apa itu juga berlaku untuk aku dan kamu. Untuk kita? Bukan,
hubungan kita tepatnya” Desahku dalam hati.
Kuputuskan segera masuk ke kamar, aku tak kuat terhasut angin
malam yang mulai menawarkan kebekuan yang kian menjadi. Tapi itupun aku tak
langsung merebahkan diri. Enthlah, meski masih baru menempati kamar di rumah
ini, selalu ada saja saat dimana aku teringat semua yang telah berlalu tanpa ku
minta, sekelebat semua hadir meski tak ku inginkan dia datang.
“Sial” kulempar tubuhku diatas kursi meja belajarku.
Oh, mungkin aku saja yg terlalu melankolis pikirku. Kualihkan
pandangku ke lampu meja. Hendak kupadamkan, tapi sebelum itu, mataku kembali
tertuju pada buku catatan Luna.
"Apalagi yang kau tuliskan disana Luna?" Kubuka lembar
berikutnya, tidak seperti pada lembar-lembar sebelumnya, dibuka dengan ada
sebuah sketsa sederhana, sepasang tangan.
19 Jan
"Aku dan kamu, adalah tangan yg sama. Entah itu kiri atau kanan. kita hanya bisa saling meraba tanpa ada kuasa untuk erat bertahan dalam genggaman. Sesekali kita berpegang, namun semakin erat, semakin pekat, semakin sesat, dan semua tercekat"
"Sejenak jeda hadir kala kutunggu katamu yang merangkum semua. Berharap bisa dimengerti walau sekali saja hingga tiada yang tersembunyi dan tak perlu lagi diingkari baik rasa sakitmu atau rasa sakitku. Serta tiada lagi alasan, karena inilah kejujuran, meski pedih adanya namun ini jawabnya. Kulepasmu segenap jiwaku karena apalah arti bersama, berdua, namun semu semata. Terlebih karena rasa cinta yang tak lagi sama."
"Yang dibutuhkan oleh cinta bukanlah sekedar alasan dan penjelasan panjang kali lebar, melainkan yang utama adalah kemauan untuk mengerti dan memahami ketidaksempurnaan diri masing-masing. Karena sejatinya, saat kita menuntut kesempurnaan, yang akan kita dapat hanyalah penderitaan semata"
"Pernahkah kau bertanya, kenapa harus aku yang diminta menjauh lalu pergi dan bukan orang lain yang seharusnya pamit undur diri?"
“Ini tak adil, sungguh tak adil bagiku, tapi aku bisa apa? Sudah letih aku meminta, tapi tak sedikitpun ada yang mengerti, tidak hanya kamu, dia, mereka, dan semuanya, seolah buta untuk memahami arti dari permohonan”
“Aku sudah menyembah, aku sudah bersujud, tapi tak ada yang benar-benar bisa mendengar jeritan ini, hingga akhirnya aku bosan sendiri ditampar kenyataan yang tak pasti, dan genggaman tangan ini masih adakah artinya lagi bagi mu wahai Tuan?”
“Buku apa ini sebenarnya...?” Tanyaku semakin diliputi penasaran,
dan ku membuka halaman berikutnya, namun tiba-tiba gelap.
"Kenapa lagi ini?" Panikku bersahutan.
Aku mengintip keluar dari celah gorden jendela, tampak rumah-rumah lain juga
gelap, sepertinya mati lampu.
Akhirnya kenyataan ini memaksaku tidur meski masih dirasuki
penasaran akan cerita Luna berikutnya, tapi aku tak bisa berbuat banyak, selain mencoba meminang lelap meski ngantuk belum datang
menggandengku.
Waaah, mati lampu yaaa...
ReplyDeleteJadi penasaran neh...
Iya Kang Azzet, mati lampu jadi bacanya pending lagi nih... hehehe
Deletepenasaran sama kelanjutannya, saya tunggu ya
ReplyDeleteIya Mba Pityriasis Alba, masih mencari inspirasi untuk lanjutannya nih... heheheh
DeleteAwaaaaan...
ReplyDeleteBlog barumu ini ternyata link nya belum aku masukin ke blogroll-ku...huhuhu..
Pantesan kelewat terus kalo aku BW...
Maapkanlaaaaah :))
Masukin atuh Mba Erry saya di Blogrollnya... heheheh *Jangan lupakan saya.. hiks
DeleteDah di maapkan, yang pentingan jangan dilupakan lagi... hahahah
Eciyeeee...
ReplyDeleteIni maksudnya catatan seorang mantan gitu yah Wan?
Bumi dulu pacaran ama Luna trus putus karena gak direstui orang tua, ya kan?
*maksa bikin skrip sendiri hehehe...*
hahahhaha Mba Erry suka ngarang cerita sendiri deh,... tunggu saja lanjutannya akan seperti apa, yang jelas endingnya masih rahasia *PakeRahasiaSegala hahahah
DeleteIh Bumi kamu kenapa cemen amat sih, jam 1 dini hari udah terlelap aja sih...
ReplyDeleteBegadang dong sampe jam 3 kayak akuh :))
Hahahahah
DeleteDuuh bedaa atuh si Bumi sama Pecinta Drakor Sejati yang begadang sampai pagi... beda dunia atuh Mba Erry... hahahha